Pertanyaan:
Dalam pelaksanaan khotbah ‘ied, sering dijumpai khatib yang berkhotbah dua kali (ada khotbah pertama dan khotbah kedua), dan dua khotbah tersebut dipisahkan dengan duduk sejenak. Ada juga yang dua kali berkhotbah, tetapi di antara dua khotbah tidak dipisahkan dengan duduk. Ada juga yang berkhotbah hanya satu kali, tidak ada pengulangan khotbah. Mohon penjelasannya, mana yang paling shahih dalam syariat Islam?
Jawaban:
Dalam masalah ini, para ulama berselisih menjadi dua pendapat.
Pendapat pertama, khotbah ‘ied dua kali. Di antara para ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Syafi’i dalam al-Umm: I/272, Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, as-Sarakhsi dalam al-Mabsuth, an-Nawawi dalam al-Majmu’, as-Suyuthi dalam Saybah wa Nazhair, dan lain-lain[1]. Mereka mendasarkan pendapat mereka pada sebuah hadits.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَوْمَ فِطْرٍ أَوْ أَضْحَى فَخَطَبَ قَائِمًا ثُمَّ قَعَدَ فَعْدَهً ثُمَّ قَامَ
Dari Jabir, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada hari Idul Fitri atau Idul Adha, lantas berkhotbah dengan berdiri, lalu duduk, kemudian berdiri.” (Hr. Ibnu Majah: 1289)
Alasan kedua, yaitu dianalogikan (qiyas) dengan khotbah jumat.
Hanya saja, hadits tersebut dha’if. Al-Bushiri, dalam Misbah Zujajah: 2/276, berkata, “Sanad ini lemah. Kelemahan Ismail bin Muslim telah disepakati, dan Abu Bahr (Abdur Rahman bin Utsman bin Umayyah) juga lemah.”
Hadit tersebut juga dinilai lemah oleh asy-Syaukani dalam Nailul Authar: 4/457. Dalam Dhaif Sunan Ibnu Majah: 1305, al-Albani berkata, “Hadits mungkar, baik sanad maupun matannya.”
Diriwayatkan juga, dari Sa’ad bin Abi Waqqash, Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah, dan selainnya, tetapi seluruhnya tidak ada yang shahih. Syekh Sayyid Sabiq berkata, “Semua hadits, tentang dua khotbah ‘ied yang dipisah oleh Imam dengan duduk, adalah dha’if.”
An-Nawawi berkata, “Tidak ada satu pun hadits tentang berulangnya khotbah, yang shahih.” (Fikih Sunnah: 2/304)
Imam Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya membuat “Bab Berulangnya Khotbah Pada Dua ‘Ied dan Dipisahnya Khotbah Dengan Duduk”, beliau lantas membawakan hadits dari jalan Bisyr bin Mufadhdhal, “Telah diceritakan kepadaku oleh Ubaidullah dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar, beliau berkata,
أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ الْخُطْبَتَيْنِ وَهُوَ قَائِمٌ وَكَانَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا بِجُلُوْسٍ
‘Rasulullah berkhotbah (sebanyak) dua khotbah dengan berdiri dan memisahkan dua khotbah itu dengan duduk.’” (Hr. Ibnu Khuzaimah: 1446, sanadnya shahih)
Syekh al-Albani mengomentari, “Hadits ini adalah pada dua khotbah jumat, (bukan khotbah ‘ied –pen) dengan bukti riwayat Khalid bin Al Harits, dia berkata, ‘Ubaidullah menceritakan hadits tersebut kepadaku (dari Nafi’ dari Ibnu Umar), dengan redaksi,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ قَائِمًا ثُمَّ يَجْلِسُ
‘Rasulullah berkhotbah pada hari Jumat dengan berdiri, kemudian duduk….’ (Hr. Muslim: 33)
Ucapan Ibnu Umar ‘اَلْخُطْبَتَيْنِ’ dua khotbah, huruf lamnya adalah lamul ‘ahd (menunjukkan khotbah tertentu, yaitu khotbah Jumat), bukan lam bermakna istighraq (mencakup semua khotbah, termasuk khotbah ‘ied), perhatikanlah!” (Shahih Ibnu Khuzaimah, jilid 2, no. hadits 1446)
Pendapat kedua, khotbah hanya sekali, berdasarkan hadits Jabir bin Abdillah, beliau berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يُكَبِّرُ بَيْنَ أَضْعَافِ الْخُطْبَةِ يُكْثِرُ فِي خُطْبَةِ الْعِيْدَيْنِ
“Aku shalat ‘ied bersama Rasulullah. Beliau mengawali shalat sebelum khotbah dengan tanpa azan dan iqamat. Usai shalat, beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal, kemudian memerintahkan agar bertakwa kepada Allah dan menaati-Nya, menasihati manusia, dan mengingatkan mereka. Kemudian, beliau berlalu hingga sampai ke tempat para wanita, menasihati, dan memberi peringatan kepada mereka. Sabdanya, ‘Bersedekahlah kalian, karena mayoritas kalian adalah bahan bakar neraka jahannam’. Lantas ada seorang wanita yang paling cantik berdiri, pipinya kemerah-merahan, dengan berkata, ‘Mengapa, wahai Rasulullah?’ Jawab beliau, ‘Karena kalian banyak mengeluh dan mengufuri suami.’ Bilal berkata, ‘Mereka lantas menyedekahkan perhiasan mereka dan diletakkan di baju Bilal berupa anting dan gelang.’” (Hr. Bukhari, Muslim, dan lain-lain)
Zahir (makna yang langsung tampak -ed) dari hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah hanya berkhotbah sekali, tetapi beliau lantas pergi ke tempat jemaah wanita kemudian memberi nasihat. Kalau hadits ini dijadikan dalil untuk dua khotbah, maka pendalilan ini terlalu jauh.
Kesimpulannya, pendapat yang rajih adalah pendapat yang kedua, Allahu a’lam.
Dalam kitab al-Qaulul Mubin fi Akhtha’il Mushallin, hlm. 410, Syekh Masyhur Hasan Alu Salman berkata, “Di antara kesalahan mereka adalah menjadikan khotbah ‘ied sebanyak dua kali, dipisah dengan duduk. Semua hadits yang berkaitan dengannya adalah dha’if.” Lantas, beliau menukil ucapan Imam Nawawi seperti yang telah disebutkan di atas.
Apakah Khotbah Diawali Dengan Takbir?
Imam Syaukani menjelaskan, “Dalam hal ini tidak ada dalil yang shahih yang dapat dijadikan pegangan. Adapun yang diriwayatkan Baihaqi dari’Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah, dia berkata, ‘Termasuk di antara sunnah khotbah adalah mengawali khotbah dengan sembilan kali takbir secara berurutan, dan pada khotbah yang kedua adalah dengan tujuh kali takbir.’ Jika yang dimaksud sunnah (dalam hadits ini -ed) adalah sunnah Rasulullah, maka hadits ini tergolong hadits mursal[2]. Akan tetapi, jika yang dimaksud adalah sunnah shahabat, maka hadits ini tidak dapat dijadikan dalil, kecuali merupakan kesepakatan mereka.
Ibnul Qayyim berkata, ‘Adapun ucapan para fuqaha, bahwa khotbah istisqa’ (minta hujan) diawali dengan istigfar dan (khotbah) shalat ‘ied diawali dengan takbir, maka sama sekali tidak ada sunnah dari Rasulullah berkenaan dengan hal tersebut. Justru, sunnah Rasulullah menyelisihi hal itu. Sunnah Rasulullah adalah bahwa seluruh khotbah diawali dengan (ucapan) ‘alhamdu’.’” (As-Sailur Jarar: I/319)
Apakah di Tengah-tengah Khotbah Juga Disyariatkan Adanya Takbir?
Ada sebuah hadits dari Sa’id bin ‘A’id, dia berkata, “Rasulullah bertakbir di tengah-tengah khotbah. Beliau memperbanyak takbir pada khotbah ‘Ied.” (Hr. Ibnu Majah: 1287)
Akan tetapi, hadits ini dha’if. As-Sindi dalam Syarh Sunan Ibnu Majah berkata, “Dalam Zawa’id dikatakan bahwa sanadnya dha’if, karena terdapat rawi dha’if, yaitu Abdur Rahman bin Sa’d, dan bapaknya tidak dikenal.” Hadits ini juga dinilai sebagai hadits yang dha’if oleh al-Albani dalam Dha’if Sunan Ibnu Majah. Allahu a’lam.
===
CATATAN KAKI:
[1] Lihat: Al-Majmu’ Nawawi: 5/26, al-Mughni Ibnu Qudamah: 3/276, Hasyiyah Ibnu Abidin: 3/54, al-Mudawwanah al-Kubra: I/156.
[2] Hadits mursal: Riwayat dari tabi’in yang langsung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa melalui perantara. Termasuk golongan hadits dha’if.
Disadur dari Majalah Al-Furqon, edisi 3, tahun ke-5, 1426 H/2005.
(Dengan beberapa pengubahan tata bahasa dan aksara oleh redaksi www.konsultasisyariah.com)
🔍 Hewan Penghuni Surga, Cara Menjilat Kemaluan Isteri Dalam Islam, Baju Kaos Warna Merah, Arti Dari Nisfu Sya Ban, Penganut Syiah Diindonesia